Senin, 07 Oktober 2019


Makalah Sosiologi Kehutanan                                                     Medan, Oktober 2019
PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SIMALUNGUN

Dosen Penanggungjawab :
Agus Purwoko, S.Hut., M.Si

Disusun Oleh :
Wandi Alatas Tambunan
171201145
Konservasi Sumberdaya Hutan 5




























PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019








KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Sosiologi Kehutanan ini dengan baik. Makalah yang berjudul “Perubahan Sosial Masyarakat Simalungun” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Kehutanan pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen penanggungjawab Agus Purwoko, S.Hut., M.Si mata kuliah Sosiologi Kehutanan, yang telah memberikan materi dengan baik dan benar.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya untuk memperbaiki isi Makalah ini akan sangat penulis hargai. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
   
                    Medan, Oktober 2019


                               Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Masyarakat adat dalam tradisi modern dikenal dengan istilah “indigenous society”,  yang secara harafiah berarti seseorang yang di anggap memiliki keaslian kehidupan. Adat dapat diartikan “pribumi” digunakan semata-mata sebagai suatu kata sifat, orang-orang yang berasal dari suatu kultur atau kelompok menghormati asal usul mereka dengan perasaan, pemaknaan dan pengertian yang mendalam atas suatu wilayah yang mereka tempati. Masyarakat adat memiliki karakter yang membatasi diri dan mengidentikan diri mereka sebagai sebuah kelompok kecil yang memiliki otoritas dalam menempati sebuah wilayah tertentu berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati secara konvensional (Niapele, 2014).
Aktifitas kebudayaan adalah bagian penting dan tidak terpisahkan  dalam  suatu  masyarakat tidak terkecuali bagi masyarakat adat yang sudah melaksanakannya secara turun temurun dan menjadi bagian hidup mereka. Berkenaan dengan hal tersebut, konstitusi telah mengamanatkan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat dan identitas budayanya sebagaimana termaktub dalam Pasal 18b ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen IV) menyebutkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (Primawardani, 2017).
Kekayaan budaya masing-masing etnis itu pun sudah sangat bergam jenisnya. Sejalan dengan itu, pada kesempatan ini dicoba memperkenalkan budaya etnis Simalungun sebagai salah satu etnis yang ada di daerah Sumatera Utara. Etnis Simalungun ini banyak berdomisili di sekitar Danau Toba, yang termasuk sebagai salah satu tujuan wisata di Indonesia. Simalungun sebagai salah satu etnis, dalam kehidupan sehari-hari juga sesungguhnya kaya akan beragam budaya juga. Budaya dari segi sistem sosial, bahasa, sastra, seni, serta kekayaan sumber daya alam lainnya (Purba, 2017).

1.2  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana interaksi sosial masyarakat Simalungun ?
2.    Bagaimana proses sosial masyarakat Simalungun ?
3.    Bagaimana norma masyarakat Simalungun ?
4.    Bagaimana pranata struktur sosial masyarakat Simalungun ?
5.    Bagaimana kelompok sosial masyarakat Simalungun ?
6.    Bagaimana perubahan sosial masyarakat Simalungun ?

1.3  Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial masyarakat Simalungun.
2.    Untuk  mengetahui bagaimana proses sosial masyarakat Simalungun.
3.    Untuk mengetahui bagaimana norma masyarakat Simalungun.
4.    Untuk mengetahui bagaimana pranata struktur sosial masyarakat Simalungun.
5.    Untuk mengetahui bagaimana kelompok sosial masyarakat Simalungun.
6.    Untuk mengetahui bagaimana perubahan sosial masyarakat Simalungun.


 BAB II
ISI
2.1 Interaksi Sosial Masyarakat Simalungun


            Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami oleh masyarakat yang multietnis. Hal ini tampak dari banyaknya suku yang beragam yang ada di provinsi ini misalnya suku Batak Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara juga merupakan salah satu wilayah yang di dalamnya didiami oleh berbagai suku bangsa yang menyebar di seluruh daerah di Sumatera Utara mulai dari kota sampai ke pelosok desa atau dusun. Sebagian besar suku-suku itu adalah penduduk asli namun ada juga yang didatangkan dari luar Sumatera Utara pada saat pembukaan perkebunan di Sumatera salah satunya di Simalungun. Daerah ini membutuhkan jumlah tenaga kerja yang relative banyak dan membutuhkan pekerjapekerja yang terampil dan berkemauan keras untuk maju di dalam bidangnya. Hal karakter pada masyarakat simalungun yang terkadang tidak suka diatur inilah yang membuat para penjajah mendatangkan para pekerja yang tekun, bisa diatur, dan tidak banyak berontak. Pada awal pembukaan perkebunan, ada kesulitan bagi Belanda mendapatkan tenaga kerja untuk menggarap perkebunan tersebut. Karakter orang Simalungun bukan tipe buruh dan tidak bisa diandalkan menjadi seorang kuli dalam perkebunan tersebut. Orang Simalungun sudah terbiasa dengan kehidupan yang mengikuti aroma alamnya yang begitu subur untuk hidup. Untuk menggarap perkebunan tersebut Belanda mendatangkan orang Jawa dimana orangnya tekun, mudah diatur serta tidak banyak tuntutan.
 2.2 Proses Sosial Masyarakat Simalungun
            Etnis Simalungun pada beberapa puluh tahun lalu masih merupakan salah satu etnis yang memiliki indentitas dan pengaruh yang besar bagi daerah sekitar batas wilayah. Dari segi bahasa, Simalungun mempunyai bahasa asli yang merupakan satu sub bahasa daerah yang terdapat di Sumatera Utara dan bahasa ibu yang dituturkan oleh etnis yang mendiami daerah Kabupaten Simalungun juga sebagian daerah Kabupaten Deli Serdang.Menurut fakta dan historis, pengaruh dan penyebaran bahasa Simalungun pada hakekatnya hampir ke seluruh daerah di Sumatera Utara terutama di wilayah bagian timur bahkan sampai ke Riau. Pernyataan ini didasari oleh banyaknya bukti-bukti yang mengindikasikan hal tersebut, antara lain banyaknya nama-nama atau tempat daerah yang berbahasakan Simalungun, seperti Parbaungan, Pamatang Ganjang, Parhutaan Silou, dan sebagainya.Namun keadaan ini tidak bertahan lama dikarenakan migrasi yang terjadi di daerah Simalungun itu sendiri. Pembauran dengan etnis-etnis lain menyebabkan keberadaan dan identitas Etnis Simalungun menjadi semakin memudar, terkhusus dengan suku-suku tetangga dari pulau Samosir, Silalahi, Karo dan Pakpak yang menyababkan timbulnya kelompok-kelompok (marga) baru di Simalungun. Kemudian peran penyebaran agama juga sangat mempengaruhi pergeseran budaya dan identitas Etnis Simalungun, ditambah lagi dengan masuknya berbagai pendatang dari luar Simalungun dengan misi Agama dan juga mencari peruntungan kehidupan untuk bekerja di Simalungun.Hal ini tentunya menyebabkan Etnis Simalungun menjadi sangat toleran dan bahkan nyaris “hilang” karena terlalu terbukanya dengan para pendatang.

 2.3 Norma Masyarakat Simalungun

            Simalungun adalah falsafahnya “Habonaron Do Bona”. Falsafah “Habonaron do Bona” menjadi hakikat orang Simalungun, yang artinya orang Simalungun menjunjung tinggi kejujuran atau kebenaran yang berfungsi sebagai cara orang Simalungun untuk bertindak secara hatihati dalam membuat keputusan agar tidak melakukan kesalahan dan dapat membuat keputusan yang benar. “Habonaron Do bona” mengandung prinsip saling mengasihi terhadap sesama, sehingga tanah Simalungun menjadi salah satu tujuan bagi pendatang untuk merantau, karakter orang Simalungun yang memandang bahwa tamu harus dihormati, membuat pendatang merasa nyaman untuk tinggal di tanah Simalungun. Selain itu Simalungun dikenal dengan tanahnya yang subur. Falsafah ini mengajak orang Simalungun untuk mencintai budayanya. Adat bagi masyarakat Simalungun adalah suatu yang harus di tonjolkan. Nilai budaya Simalungun tertuang dalam Tarian Simalungun, alat musik Simalungun, sastra Simalungun, nyanyian Simalungun serta pada acara-acara adat Simalungun.

2.4 Pranata Struktur Sosial Masyarakat Minang
            Setiap  etnik  di  belahan  dunia  manapun  pasti  memiliki  tujuh  unsur kebudayaan universal berupa, sistem peralatan hidup, sistem mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi. Pada  etnik  Simalungun  memiliki  struktur  sosial  berbentuk pentangon  sehingga disebut  dengan struktur  sosial  pentangon yaitu tolu  sahundulan  dan limasaodoran,  struktur  sosial  ini  tumbuh  dan  berkembang  pada  masyarakat Simalungun  yang  patrilineal,  yakni  hubungan  kekerabatan  yang  disusun berdasarkan  garis  ayah  (laki-laki).  Struktur  sosial  etnik  Simalungun  itu  ialah tondong (pihak pemberi istri) boru (pihak penerima istri) sanina (pihak satu klan dengan tondong)  dan lima  saodoran  adalah  pengikut  sertaan  relasional kekerabatan  yang  mengikut  sertakan  kerabat  dekat  lainnya  yakni tondong  ni tondongmaupun boru ni boru (boru mintori). 

2.5 Kelompok Sosial Masyarakat Simalungun
Waktu Simalungun masih berstatus kerajaan kewarganegaraan di Simalungun sangat erat, di mana hanya masyarakat yang bermarga Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba yang diakui sebagai masyarakat Simalungun yang dapat diberikan tanah oleh raja-raja Simalungun. Kerajaan Simalungun dahulu terbagi atas kasta (pembagian kelas masyarakat karena stuktur pemerintahannya yang feodal). Kelas utama sisebut “partongah” yaitu kelompok masyarakat kelas 44 bangsawan dari keturunan raja-raja Simalungun. Kelas menengah disebut “paruma” yaitu rakyat biasa dan terendah. Kelas terendah atau rakyat biasa disebut “jabolon” yaitu hamba. Kedudukan hamba ini sangat hina dan diperlakukan dengan kejam oleh pemiliknya yaitu kaum bangsawan.
  2.6 Perubahan Sosial Masyarakat Minang
Dalam bahasa Etnis Simalungun “budaya” dapat juga diartikan dalam kata “Ahap” atau “Ahap” berada dalam “budaya”. Bagi masyarakat Simalungun, “Ahap” merupakan suatu dasar penjiwaan terhadap kedirian dan kesukuan seseorang dalam kehidupannya kebudayaan. Budaya bukan keadaan yang statis, budaya tidak pasif tetapi budaya itu dinamis dan aktif. Baik karena pengaruh dari dalam masyarakatnya, maupun dari luar masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal yang membedakan satu budaya dengan budaya yang lainnya adalah: ada budaya yang cepat merespon lingkungan danada budaya yang lambat dalam merespon lingkungan. Bagi peneliti hal ini merupakan fenomena menarik dan penting untuk dipahami dalam melihat dinamika budaya dalam suatu masyarakat.Khususnya untuk menetapkan keputusan, pola tindakan yang perlu dilakukan dalam berinteraksi dengan masyarakat satu budaya dan berbeda budaya.



BAB III
PENUTUP
1.    Orang Simalungun sudah terbiasa dengan kehidupan yang mengikuti aroma alamnya yang begitu subur untuk hidup.
2.    Etnis Simalungun pada beberapa puluh tahun lalu masih merupakan salah satu etnis yang memiliki indentitas dan pengaruh yang besar bagi daerah sekitar batas wilayah.
3.    Simalungun adalah falsafahnya “Habonaron Do Bona”.
4.    Bagi masyarakat Simalungun, “Ahap” merupakan suatu dasar penjiwaan terhadap kedirian dan kesukuan seseorang dalam kehidupannya kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA
Niapele, Sabaria. 2014. Bentuk Pengelolaan Hutan Dengan Kearifan Lokal  Masyarakat Adat Tugutil. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 6(3): 62-72.

Primawardani, Yuliana. 2017. Perlindungan Hak Masyarakat Adat Dalam Melakukan Aktivitas Ekonomi, Sosial Dan Budaya Di Provinsi Maluku. Jurnal HAM. 8(1): 1-11.

Purba. 2017. Sistem Kekerabatan dan Sapaan Bahasa Simalungun Pemanfaatan Budaya Sebagai Materi Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing dengan Pendekatan Komunikatif (Comunicative Aproach) Universitas Jambi. Jambi.




14 komentar: